Sebagai agama
terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan
agama-agama yang datang sebelumnya. Melalui berbagai literatur, ketika kita
berbicara tentang Islam dapat dijumpai uraian mengenai pengertian agama Islam.
Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam
itu perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam
yang komprehensif tetapi tidak keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Qur’an adalah
pedoman hidup bagi umat muslim di seluruh dunia dan menjadi dasar hukum pertama
bagi penganut agama Islam, yang mana setiap umat muslim berkiblat pada payung
hukum Al-Qur’an dan Sunnah (Al-Hadits). Tanpa kedua pedoman tersebut, tak
berartilah segala kehidupan di dunia ini di mata Tuhan.
Namun, bagaimanapun
juga, selain berada dalam naungan Agama, kita juga berada dalam naungan suatu
Negara, yang juga memiliki keterikatan hukum-hukum tertentu yang harus di
patuhi sebagai warga Negara yang taat pada aturan. Dan kedua hukum tersebut
tentunya harus di jalankan dan tidak boleh bertentangan ataupun bertolak
belakang.
Dengan begitu, dalam
makalah kali ini yang berjudul “Konseptual Reformasi Pendidikan Islam” akan
membahas tentang definisi Konseptual reformasi pendidikan Islam, Pendidikan
islam dalam Sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) dan kerangka konseptual
reformasi pendidikan islam serta pembahasannya.
Definisi
Konseptual Reformasi Pendidikan Islam
Konseptual merupakan penggambaran
secara umum dan menyeluruh yang menyiratkan maksud dan konsep atau istilah
tersebut bersifat konstitutif, formal
dan mempunyai pengertian yang abstrak (Hidayat, 2009). Kata reformasi berarti perubahan, renofasi, pembentukan baru,
pembaharuan, perombakan bentuk. (Pius A. Partanto, M. Dahlan Al-Bahrry, 1994:
660).
Konsep reformasi
dimaknai pembaharuan atau perubahan secara pelan-pelan tanpa merubah
nilai-nilai terdahulu yang masih dianggap baik. Dengan begitu Reformasi berarti
memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah
menjadi benar. Oleh karena itu, reformasi berimplikasi pada merubah sesuatu
untuk menghilangkan yang tidak sempurna seperti melalui perubahan kebijakan
institusional. Dengan demikian, reformasi dapat di maknai sebagai usaha untuk
membenahi seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam
masalah pendidikan.
Reformasi juga berarti perubahan dengan
melihat keperluan di masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat
lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktek yang salah
atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh dari
suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial dan tentu
saja termasuk dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan Islam.
Untuk dapat melakukan reformasi dengan
baik, maka dibutuhkan berbagai macam prasyarat yang harus dipenuhi seperti;
1. Penegakan hukum (law enforcement) yang
selain menjamin hak warga negara untuk ikut menentukan “warna” kehidupan sosial–politik
yang baru, juga memastikan bahwa setiap warga negara mematuhi negara yang
berlaku, yang di sepakati bersama, agar hak tiap warga negara tidak terganggu
oleh penggunaan hak yang sama oleh warga negara lainnya.
2.
Predictability, yakni kejelasan
pola pikir dan pola tindak para agen reformasi tidak kehilangan arah, sehingga
warga negara dapat beinisiatif, mengambil langkah-langkah pembaruan tanpa
terlepas dari keseluruhan konteks gerakan dan arah reformasi.
3.
Transparency, yakni
keterbukaan mekanisme politik, sehingga warga negara paham ternadap masalah
yang dihadapi, alternatif untuk mengatasinya, serta alasan-alasan mengapa satu
alternatif di pilih oleh para tokoh reformasi.
4.
Accountabilityy, yakni
kepercayaan warga negara, bahwa tokoh reformasi benar-benar mengambil keputusan
atau inisiatif yang sejalan dengan arah yang dikehendaki bersama.
5.
Rationality, yakni keharusan
bagi seluruh komponen reformis untuk lebih mengutamakan akal sehat dari pada
perasaan dalam bertindak (Riswandha Imawan, 2000: 265).
Kelima hal tersebut harus ada dalam
sebuah reformasi apapun karena ketidakadaannya akan menyebabkan reformasi jalan
ditempat dan tidak menghasilkan apa-apa.
Setelah mengetahui arti reformasi, maka
yang harus dipahami adalah pendidikan islam. Pendidikan islam adalah sebuah
rangkaian pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya
sebagai seorang hamba dihadapkan kholiq-nya dan sebagai pemalihara
(khalifah)pada semesta. (Ahmad Tafsir, 2001).
Reformasi pendidikan adalah upaya
perbaikan pada bidang pendidikan. Reformasi pendidikan memiliki dua
karakteristik dasar yaitu terprogram dan sistemik. Reformsi pendidikan yang
terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan.
Yang termasuk kedalam reformasi terprogram ini adalah inovasi. Inovasi adalah
memperkenalkan ide baru, metode baru atau sarana baru untuk meningkatkan
beberapa aspek dalam proses pendidikan agar terjadi perubahan secara kontras
dari sebelumnya
dengan maksud-maksud tertentu yang ditetapkan.
Dengan begitu dapat penulis simpulkan
bahwa konseptual reformasi pendidikan Islam adalah suatu pembaharuan yang
dilakukan dengan cara membuat perubahan dengan melihat keperluan masa depan,
menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan
penyimpangan-penyimpangan dan praktek yang salah atau memperkenalkan prosedur
yang lebih baik dari sebelumnya, suatu perombakan menyeluruh dari suatu sistem dan
paradigm pendidikan Islam dalam segala aspek dalam upaya perbaikan pada bidang
pendidikan Islam itu sendiri.
Konseptual
Reformasi Pendidikan Islam dalam Sisdiknas
Sebelum penulis menjelaskan kerangka
konseptual reformasi pendidikan Islam, penulis bermaksud memaparkan terlebih
dahulu posisi pendidikan Islam dalam Sisdiknas. Hal ini dikarenakan, pendidikan
islam tidak dapat terlepas dari pendidikan nasional yang di payungi hukum UU RI
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang
peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan
suatu Negara dan Bangsa. Karena pendidikan adalah suatu wahana peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) serta sekaligus sebagai faktor penentu
keberhasilan pembangunan suatu bangsa.
Menurut Aulia Reza Bastian, (2002: 24) Hal
ini diakui bahwa “keberhasilan suatu bangsa sangat ditentutan oleh keberhasilan dalam
memperbaiki dan memperbaharui sektor pendidikan”. Artinya keberhasilan tersebut akan
menentukan keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi
tantangan zaman di masa depan. Untuk itu secara yuridis formal, Negara
mengamanatkan kepada pemerintah “untuk
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang maha Esa, serta berakhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Peningkatan
keimanan dan ketakwaan akan lebih efektif, jika dioptimalkan melalui sistem
pendidikan Islam, baik melalui jalur kelembagaan pendidikan Islam maupun
melalui proses pembelajaran di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sebagai sub
sistem pendidikan nasional. Sebab pendidikan Islam memiliki transmisi spiritual
yang lebih nyata dalam proses pembelajarannya.. kejelasannya terletak pada
keinginan untuk mengembangkan seluruh aspek dalam diri peserta didik secara
seimbang, baik aspek spiritual, imajinasi, dan keilmiahan, kultural, serta
kepribadian. (Hasbullah, 1996: 6).
Dengan kata lain menurut Mulyasa, (2002:
4) penyelenggaraan sistem pendidikan Islam dilakukan secara sadar dan
sistematis serta terarah pada kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan
dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan akan terwujud, sebab secara praktis nilai-nilai dasar
sistem pendidikan nasional pada hakekatnya tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Untuk itu sistem pendidikan Islam harus optimal, agar sistem pendidikan
nasional terisi oleh nilai-nilai yang semakin identik dengan ajaran Islam.
Dalam sisdiknas, pendidikan
agama Islam telah disebutkan dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yaitu pada pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah
hak setiap peserta didik “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a). Dalam bagian penjelasan
diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta
didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
inilah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan
pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37
ayat (1) disebutkan bahwa “kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya,
pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.”
Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini
ditegaskan, “pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia”. Pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana
dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum dan
komponen pendidikan lainnya.
Dalam Undang-undang tersebut secara
eksplisit menyebut peran dan kedudukan
pendidikan agama (Islam), baik sebagai proses maupun sebagai lembaga. Namun
demikian, peran dan kedudukan yang kuat tersebut sekaligus menjadi
tantangan yang memerlukan respon positif dari para pemikir dan pengelola
pendidikan Islam serta masyarakat itu sendiri. Adapun tantangan-tantangan yang
dihadapi pendidikan Islam, seiring
diberlakukannya Undang-undang tersebut menurut Mastuhu, (1999:
38) adalah:
1.
Mampukah sistem pendidikan Islam
Indonesia menjadi center of excellence
bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangkan iptek dengan sumber ajaran Al-Quran dan Sunnah.
2.
Mampukah sistem
pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang
benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis
yang wajib diikuti.
3.
Mampukah
ahli-ahli pendidikan Islam menumbuh kembangkan kepribadian yang benar-benar
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Lengkap dengan kemampuan bernalar ilmiah
yang tidak mengenal batas akhir.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan
tersebut dan sekaligus mencari solusi terbaik
dalam menghidupkan dan mengembangkan serta memberdayakan sistem
pendidikan Islam, baik sebagai proses maupun sebagai lembaga deperlukan
konsep-konsep baru yang strategis, sehingga pada gilirannya dapat dikembangkan
menjadi teori-teori yang teruji dan dapat dioperasionalkan di lapangan.
Upaya mencari paradigma baru, harus
mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan strategis, proaktif
dan antisipatif terhadap perkembangan di masa mendatang. Juga harus mampu
mempertahankan nilai dasar yang benar dan diyakini untuk terus dipelihara dan
dikembangkan, apalagi dalam kehidupan
modern dan dunia global sekarang ini. (Mastuhu, 1999: 3-4)
Dengan
demikian pendidikan Islam akan dapat berfungsi sebagai sarana pembudayaan
manusia yang bernafaskan Islam yang lebih efektif dan efisien. Upaya yang dilakukan
dalam rangka menata ulang sistem pendidikan Islam sekaligus sebagai konsekuensi
berlakunya Undang-undang tersebut,
adalah dengan mengubah paradigma lama ke paradigma baru, dengan merumuskan
kembali konsep-konsep strategis dan sekaligus mengembangkan visi, misi, dan
tujuan pendidikan Islam serta menyusun strateginya
guna melakukan aksi yang lebih nyata.
Hal lain yang
perlu dipikirkan
adalah dasar filosofis dan sistem pendidikan Islam, termasuk muatan (content) kurikulum, sasaran ideal dan
material, serta strategi-strategi
pendekatan dan pembelajaran yang sangat tertumpu pada saranaprasarana dan
kemampuan para pengelolanya (Kepala sekolah, guru dan staf-staf yang terlibat
langsung dalam pengelolaan pendidikan) serta
adanya laboratprium fungsi ganda, antara akademik dan bisnis dalam
mengembangkan potensi anak didik.
Selain itu Fungsi dan tujuan pendidikan nasional
seperti dinyatakan dalam peraturan perudang-undangan itu sangat relevan dengan
fungsi dan tujuan pendidikan Islam sebagai upaya sadar yang dilakukan secara
sistematis untuk memperkuat keimanan dan meningkatkan ketaqwaan serta memiliki
akhlak mulia supaya tahu, mau dan mampu melaksanakan ajaran agamanya secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu cara untuk mencapai
tujuan pendidikan tersebut dilakukan melalui pendidikan agama.
Bahkan, sejumlah kebijakan telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan tersebut, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dalam peraturan
pemerintah itu dinyatakan sebagai berikut:
Pasal 1 Angka 1
“Pendidikan agama adalah
pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan
jenis pendidikan”.
Pasal
1 Angka 2
“Pendidikan
keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama
dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
Pendidikan
agama dan Pendidikan keagamaan menjadi sesuatu yang wajib diajarkan dalam
bentuk mata pelajaran/kuliah agama di jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
Secara eksplisit keberadaannya diatur dalam pasal-pasal yang sangat memadai
termasuk di dalam peraturan pelaksanaannya. Demikian juga secara implisit,
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan menjadi bagian inti kurikulum
pendidikan nasional dari jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan
tinggi.
Dengan
dukungan perundang-undangan dan berbagai kebijakan pemerintah terhadap
Pendidikan Islam, maka seyogyanya pendidikan Islam dapat meraih perkembangan
yang semakin baik di Indonesia
Berdasarkan hal
tersebut maka dapat penulis simpulkan bahwa ada payung hukum yang melindungi
pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) yaitu Undang-undang
sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 12 (ayat a) dan juga pasal 37 (ayat 1).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI N0.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, ada harapan
tersendiri sebab secara konseptual undang-undang ini memerlukan titik balik
pencerahan, pemberdayaan, dan kejayaan dalam pendidikan di Indonesia termasuk
pendidikan Islam.
Kerangka
Konseptual Reformasi Pendidikan Islam
Menurut Muhaimin, (2002: 30) Secara konseptual, pendidikan Islam dapat dipahami dalam beberapa
pengertian, yakni:
1.
Pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam
sumber dasarnya, yaitu Al-Quran dan
As-Sunnah.
2.
Pendidikan Islam dapat dipahami
sebagai pendidikan agama Islam, yaitu upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran
Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
3.
Pendidikan dalam Islam, atau proses dan
praktik penyelenggaraan pendidikan yang
berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa hakekat pendidikan Islam mengandung beberapa konsep
dimana konsep dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya
dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan
dan pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke
generasi. Sedang konsep praktis, dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan
dari proses pembinaan dan pengembangan pribadi
muslim pada setiap generasi sejarah umat Islam.
Pemahaman
pendidikan Islam di Indonesia tidak jauh berbeda dengan pemahaman
pendidikan pada umumnya. Hanya saja pendidikan Islam menurut M. Arifin, “titik beratnya terletak pada internalisasi
nilai Iman, Islam, dan Ikhsan dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan luas.” (Muzayyin Arifin, 2003: 6).
Demikian
juga dengan pemikiran pendidikan islam di Indonesia, tidak lepas dari pemikiran
sistem pendidikan nasional, sebab pendidikan islam merupakan sub-sistem
pendidikan nasional. Hal ini berarti pengelolaan, mutu, kurikulum, pengadaan
tenaga, dan lainnya yang meliputi penyelenggaraan pendidikan nasional juga
berlaku untuk pendidikan Islam di Indonesia. (H. A. R. Tilaar, TTh: 149)
Tentunya
pengintegrasian pendidikan Islam sebagai sub-pendidikan nasional menuntut
berbagai penyesuaian dalam arti positif. Dalam kaitan ini pendidikan Islam
perlu dibenahi kembali agar sesuai dengan
kemajuan zaman. Untuk membenahi pendidikan Islam, maka harus dilakukan upaya
pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam, baik pada tataran
konseptual-teoritis maupun operasional-praktis. Sebab selama ini,
pendidikan Islam selalu tertinggal dari main
strem pendidikan nasional.
Pada
dasarnya pendidikan Islam dalam berbagai tingkatannya, mempunyai kedudukan yang
penting dalam system pendidikan nasional. Kedudukan ini semakin mantap setelah
disyahkan dan diberlakukannya Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan nasional pada tanggal 11 Juni 2003. Dengan adanya
undang-undang tersebut, posisi pendidikan Islam sebagai sub-sistem pendidikan
nasional semakin mantap, baik pada lembaga
pendidikan umum maupun keagamaan. (Azyumardi Azra, 2002: 57)
Pengukuhan dan
pemantapan kedudukan tersebut patut disyukuri, sebab secara implisit
menunjukkan adanya pengakuan bangsa terhadap sumbangan besar pendidikan Islam
dalam upaya mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian, pada
saat yang sama justru menjadi tantangan yang memerlukan respon positif dari
para pemikir dan pengelola pendidikan Islam serta masyarakat itu sendiri.
Sebab
secara konseptual, Undang-Undang tersebut memberikan arah baru dalam
mengembangkan dan memberdayakan pendidikan Islam. Hal ini dapat dianalisis dari
substansi Undang-undang tersebut, yang menekankan arti penting pendidikan Islam
bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Seperti pada pasal 1 ayat 1 “pendidikan
adalah… Agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan,....” Artinya sendi-sendi fundamental yang
mendasari kehidupan peserta didik, yaitu iman tauhid yang berdimensi ketakwaan
yang monoloyal kepada Allah, akan berhasil mendorong dan memacu untuk berperan
nyata.
Dalam
pasal 3, tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yang menekankan pada “dasar keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia....”, dan pasal 12, ayat 1 poin yang
memberikan hak kepada peserta didik untuk “mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama”. Ketentuan
pasal 12, ayat 1. a. tentang hak peserta didik untuk mendapatkan
pendidikan agama diajar oleh guru agama yang seagama, bertujuan untuk
melindungi akidah dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan sesuai agama yang dianutnya.
Dalam
pasal 30 Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengatur tentang “pendidikan keagamaan” dengan mencermati pasal
demi pasal dalam UU tersebut, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan agama
bagi peserta didik, dan secara eksplisit menjadi peluang besar dalam menghidupkan
dan memberdayakan serta mengembangkan kembali pendidikan Islam di Indonesia.
Asumsi
yang digunakan yaitu :
1.
Pancasila sebagai
asas tunggal, secara filosofis merupakan bagian dari filsafat Islam;
2.
Sistem pendidikan
Islam di Indonesia tidak menghadapi dominasi sistem pendidikan nasional, karena
ajaran Islam secara filosofis tidak bertentangan dengan pandangan hidup bangsa,
dimana dalam konsep penyususnan UU SISDIKNAS n0.20 tahun 2003, terbuka
kesempatan luas bagi pendidikan untuk mengembangkan diri.
3.
Dalam keadaan yang stabil, baik
politik, hukum, keagamaan dan ekonomi, sangat terbuka kesempatan bagi kelompok
mayoritas untuk mengisinya.
4.
Semakin berkembangnya gerakan
pembaharuan pemikiran Islam yang
pengaruhnya sangat terasa di kalangan masyarakat terpelajar.
Keempat
butir peluang di atas, jika dikembangkan secara maksimal akan menjadi suatu
kekuatan yang mengantarkan Pendidikan Islam di Indonesia mencapai kemajuan yang
gemilang. Semua ini menuntut adanya segala bidang kehidupan yang melahirkan
sikap hidup fastabiqul khairat (berlomba-lomba mencari dan mengamalkan kebaikan)
Dengan
demikian dapat penulis simpulkan kerangka konseptual reformasi pendidikan islam
yaitu meliputi segala konsep yang berpatok kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Tetapi
tetap mengikuti perkembangan zaman. Dengan adanya pembaharuan-pembaharuan dalam
bidang pendidikan. secara
sadar dan sistematis serta terarah pada kepentingan yang mengacu pada kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan
dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ).
Kesimpulan
Konseptual reformasi pendidikan Islam
adalah suatu pembaharuan yang dilakukan dengan cara membuat perubahan dengan
melihat keperluan masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih
baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktek yang salah atau
memperkenalkan prosedur yang lebih baik dari sebelumnya, suatu perombakan
menyeluruh dari suatu sistem dan paradigm pendidikan Islam dalam segala aspek
dalam upaya perbaikan pada bidang pendidikan Islam itu sendiri.
Konseptual reformasi pendidikan islam
dilindungi dalam payung hukum sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS)
yaitu Undang-undang sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 12 (ayat a) dan juga
pasal 37 (ayat 1). Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI N0. 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS, ada harapan tersendiri sebab secara konseptual undang-undang ini
memerlukan titik balik pencerahan, pemberdayaan, dan kejayaan dalam pendidikan
di Indonesia termasuk pendidikan Islam.
Sedangkan hakekat dari kerangka
konseptual reformasi pendidikan Islam itu sendiri mengandung beberapa konsep
dimana konsep dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya
dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan
dan pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke
generasi. Sedang konsep praktis, dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan
dari proses pembinaan dan pengembangan pribadi
muslim pada setiap generasi sejarah umat Islam.
Demikian
kesimpulan dari pembahasan makalah ini, kurang dan lebihnya penulis mohon maaf
dan harapan penulis semoga isi dari makalah ini dapat dipahami dan di
implementasikan dalam dunia pendidikan.
Daftar
Rujukan
Pius
A. Partanto, M. Dahlan Al-Bahrry (1994),
kamus ilmiah populer, Surabaya:
Ariloka.
Imam Barnadib (1997),
Filsafat pendidikan Sistem & Metode, Yogyakarta: Penerbit Andi, Cet. Kesembilan.
Ahmad Tafsir (2001),
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Aulia Reza Bastian
(2002), Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah
Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan dalam rangka Desentralisasi Sistem
pendidikan Indonesia, Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Hasbullah,
(1996), Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa
(2002), Manajemen Berbasis Sekolah:
Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: RemajaRosdakarya.
Mastuhu,
(1999), Memberdayakan
Sistem Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, Cet. II.
Muhaimin, (2002) Paradigma Pendidikan Islam, Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muzayyin Arifin, (2003)
Kapita
Selekta Pendidikan Islam, A. Syafi’i (ed), Edisi Revisi, Jakarta:
Bumi Aksara.
H.
A. R. Tilaar,
Paradigma
Baru Pendidikan Nasional, Op.
Cit.
Azyumardi
Azra,
(2002) Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta: Logos
WacanaIlmu, Cet. IV.
http://ondhomm.blogspot.com/2012/04/reformasi-pendidikan-dalam-islam.html diunduh 11:18
tanggal 17 Oktober 2014
https://www.scribd.com/doc/96318588/KERANGKA-KONSEPTUAL-PEMBAHARUAN-PENDIDIKAN-ISLAM di unduh tanggal 16
Oktober 2014
http://insistnet.com/konsep-dan-sistem-pendidikan-islam-2/ di
unduh pada 16:40 tanggal 17 Oktober 2014
0 Komentar untuk "KONSEP REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM"