eJournal
Pemerintahan Integratif, 2015, 3 (1 ): 88-101
ISSN 2337-8670, ejournal.pin.or.id © Copyright 2015 |
Mimiknawati[1]
Abstrak
Mimiknawati, Upaya Camat dalam Menangani Konflik Pertanahan (Studi Kasus Masyarakat
dengan PT. Borneo Bakti Sejahtera di Kampung Rukun Damai Kecamatan Long Bagun
Kabupaten Mahakam Ulu), oleh pembimbing Bapak Drs.H.Muhammad Noor, M.si dan
Bapak Drs. Sughandi. M.si.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Upaya Camat dalam Menangani Konflik
Pertanahan yang terjadi di Kampung Rukun Damai dan bagaimana tugas pokok dan
fungsi Camat dalam penyelegaraan pemerintah tertuang dalam
Undang-undang 32 tahun 2004 pasal 126. Mengkoordinasi upaya penyelenggaraan
ketentraman dan ketertibanumum. Untuk mengetahuinya penulis melakukan
observasi,wawancara serta pengumpulan data yang berkaitan dengan konflik
pertanahan yang terjadi.
Penelitian ini di
laksanakan di Kampung Rukun Damai dan Kantor Kecamatan Long Bagun.Teknik
pengumpulan data mengunakan model interaktif dan pengumpulan data tersebut
dilakukan dengan mengunakan penelitian kepustakaan, servasi, wawancara, dan
teknik dokumentasi. Dengan mengunakan metode deskriptif kualitatif, narasumber
pada penelitian ini adalah 1 orang dari kecamatan dan 3 orang dari pemerintahan
Kampung, 1 orang dari PT. Borneo Bakti Sejahtera dan 1 beberapa dari
Masyarakat.
Hasil penelitian ini
menunjukan upaya Camat dalam menyelesaikan konflik dengan melakukan konsultasi,
arbitrase dan mediasi terhadap pihak
yang berkonflik. Konflik tersebut disebabkan tuntutan dari pihak Masyarakat kepada
pihak perusahaan atas ganti rugi terhadap
lahan / tanah.
Kata
Kunci :
Upaya Camat dalam Menangani Konflik Pertanahan
Pendahuluan
Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara berkeadilan dan perkebunan perlu dijamin berkelanjutannya serta
ditingkatkan peranan dan fungsinya.
Pembangunan di Indonesia tidak lepas dari
Pengembangan perkebunan dalam seluruh kebijakan pembagunan Nasional.
Pembanguanan di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan
nasional. Pengembangan perkebunan di Indonesia, termasuk kelapa sawit, ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan dan devisa Negara,
menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan
daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku dalam Negeri, mendorong
pengembangan wilayah serta mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Kutai Barat Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Ijin Usaha Pertambangan Umum Daerah,
ijin tambang batu bara dan sumber daya alam lainya, sehingga banyak perusahaan
masuk di daerah Kabupten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, salah satunya
adalah perusahaan perkebunana kelapa sawit.
Prospek perkebunan kelapa sawit di Mahakam Ulu pada umumnya sangat cerah
dan perkembangan sub perkebunan di daerah ini sangat pesat, karena Kabupaten
Mahakam Ulu kaya akan sumber daya alam (SDA). Kehadiran perusahaan perkebunan
kelapa sawit memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat di sekitar
pertambangan, dampak positifnya antara lain: (1) Adanya lapangan kerja bagi
masyarakat (2) Meningkatkan perekonomian bagi masyarakat setempat (3) Adanya
infrastruktur bagi masyarakat setempat.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa secara umum
kehadiran perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun
dengan hadirnya perusahaan kelapa sawit juga memberikan dampak negatif apabila
dilakuakn disembarangan tempat yang dapat merusak lingkungan sekitar perusahaan
perkebunan kelapa sawit. Bukan hanya merusak lingkungan saja tetapi hal negatif
yang dapat dilihat, perusahaan perkebunan kelapa sawit juga menbutuhkan lahan
yang sangat luas sehingga hampir secara keseluruhan lahan masyarakat di garap
oleh perusahaan kelapa sawit maka dapat merugikan pihak masyarakat di sekitar
perusahaan yang mana lahan masyarakat menjadi sasaran utama perusahaan untuk
beroperasi dan mengakibatkan lahan masyarakat berkurang sehingga masyarakat
mengalami kesulitan mendapatkan lahan untuk berladang.
Namun setiap pembangunan pasti terkandung
permasalahan salah satunya dalam pembangunan perkebunan dimungkinkan terdapat
sebagian kegiatan atau seluruhnya lahan atau tanah milik perorangan atau
kelompok yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga
dalam implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah
tersebut. Dalam Proses pembebasan lahan tersebut dimungkinkan akan menimbulkan
dampak terjadinya konflik. Konflik tersebut dapat terjadi karena pengelolaan
lahan serta penolakan masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya.
Selain itu konflik juga dapat muncul
apabila masyarakat yang memiliki lahan atau tanah tidak melepas hak atas
tanahnya, pencabutan hak atau pembebasan hak ini menimbulkan konflik antara
perusahaan dengan masyarakat yang memiliki tanah dan ganti rugi lahan yang
diberikan pihak perusahaan kepada masyarakat tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku. Sehingga adanya penolakan dari masyarakat terhadap pembangunan
perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Pada bulan April 2011 Perusahaan PT. BBS
(Borneo Bakti Sejahtera) masuk didaerah
Kampung Rukun Damai. Dengan masuknya PT. BBS (Borneo Bakti Sejahtera)
menimbulkan perselisihan antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Konflik
disebabkan masyarakat tidak menerima
ganti rugi yang di berikan oleh pihak perusahaan karena ganti rugi yang diberikan tidak sesuai yang diinginkan masyarakat Ganti Rugi yang di berikan hanya sebesar Rp
350.000,- 1 Ha kini masyarakat menuntut perusahan harus memberikan Ganti Rugi
lahan / Tanah lebih besar dari jumlah yang telah ditentukan. Namun dari pihak
perusaahan belum memberikan ganti rugi lahan /tahan yang sesuai dengan
keinginan masyarakat. Hal itu menyebabkan terjadinya konflik pertanahan antara
masyarakat dengan PT. BBS (Borneo Bakti Sejahtera) dan terjadi tindakan anarkis dari
masyarakat seperti, masyarakat membakar alat-alat berat milik PT.BBS (Borneo
Bakti Sejahtera), dan masyarakat menuntut agar PT.BBS (Borneo Bakti Sejahtera)
berhenti beroperasi serta pencabutan
kunci alat berat perusahaan. Hal ini tentunya menimbulkan banyak kerugian pada PT BBS (Borneo Bakti Sejahtera). Konflik
Pertanahan tersebut tidak dapat di selesaikan oleh Aparat Kampung dan Lembaga
Adat Kampung Rukun Damai sehingga Konflik dilimpahkan kepada Camat Long Bagun dengan harapan Camat dapat
menyelasaikan Konflik.
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencakup mengenai kedudukan kecamatan menjadi
perangkat daerah kabupaten/ kota, dan Camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi wewenang Bupati atau
Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2)
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Perangkat daerah
kabupaten/kota terdiri atas secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting
yaitu:
1.
Kecamatan bukan
lagi wilayah administrasi pemerintahan dandipersepsikan merupakan wilayah
kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, kecamatan merupakan suatu wilayah kerja
atau areal tempat camat bekerja.
2.
Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota
dan bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat
bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator
pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana
sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Perubahan kedudukan
kecamatan dan kedudukan Camat, membawa
dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh Camat. Namun
demikian ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada
kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut,
kewenangan Camat justru lebih
bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek dalam pemerintahan dan pembangunan
serta kemasyarakatan.
Kerangka
Dasar Teori
Pengertian
konflik
Menurut
Pickering (2004) Pada dasarnya konflik tidak lebih dari adanya beberapa pilihan
yang saling bersaing atau tidak selaras. Konflik terjadi bila satu peristiwa
terdapat dua atau lebih pendapat atau tindakan yang dipertimbangkan. Konflik
tidak harus berseteru, meski situasi ini dapat menjadi bagian dari situasi
konflik.
Fisher,
dkk (2004) dalam Hidayat, dkk (2006) mendefinisikan, konflik adalah hubungan
antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki,
sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak
terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan
masyarakat tidak sejalan, misalnya; kesenjangan status sosial, kurang meratanya
kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan
yang tidak seimbang yang selanjutnya menimbulkan masalah-masalah seperti
diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kejahatan.
Teori-teori
Konflik
Teori-teori konflik menurut Ralf
Dahrendorf dalam Dr. Nurhadiantomo (2004) sebagai berikut :
1.
Setiap
masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah
berakhir atau dengan kata lain bahwa perubahan sosial merupakan gejala yang
melekat dalam setiap masyarakat.
2.
Setiap
masyarakat di dalam dirinya terkandung konflik-konflik atau dengan kata lain
bahwa konflik merupakan gejala yang melekat dalam setiap masyarakat.
3.
Setiap
unsur dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi
dan perubahan-perubahan sosial.
4.
Setiap
masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atas dominasi oleh sejumlah orang
atas sejumlah orang-orang lain.
Tipe-
tipe Konflik
Hidayat,
dkk (2006) mengatakan, ada beberapa tipe konflik yang masing-masing memepunyai
potensi dan tantangan sendiri :
1. Tanpa
konflik
2.
konflik laten ialah sifatnya tersembunyi dan perlu
diangakat kepermukaan sehimgga ditanggani secara efektif.
3.
konflik terbuka ialah yang berakar
dalam dan memerlukan berbagai
tindakan untuk mengatasi akar penyebabnya dan berbagai efeknya;
4.
konflik di permukaan yakni memiliki akar yang dangkal
dan muncul karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat ditangai secara
efektif.
Bentuk-bentuk Konflik
Menurut Nana Mulyana, ddk, 2001 konflik dapat dibagi menjadi beberapa bentuk
antara lain :
a. Data Conflicts, yaitu konflik yang terjadi karena adanya kesalahpahaman terhadap suatu fakta
atau kejadian. Kesalahpahaman ini disebabkan oleh adanya miniformasi ataupun
karena salah interprestasi. Konflik semacam ini merupakan konflik yang
paling mudah untuk diselesaikan.
b. Interest Conflicts, yaitu konflik yang terjadi karena setiap kelompok
mempumyai keinginan dan tujuan yang berbeda. Seperti belum optimalnya system
kelembagaan dan sistem koordinasi.
c. Value Conflicts, yaitu terjadi karena setiap kelompok mempunyai suatu
keyakinan atau pandangan yang berbeda.
d. Relationship Conflicts, yaitu konflik yang terjadi karena adanya
miskomunikasi, tingkah laku atau kebiasaan satu kelompok yang dianggap negatif
oleh kelompok lain, maupun kondisi emosi masing –masing kelompok yang tidak
terkendali.
e. Structural Conflicts, yaitu konflik yang terjadi karena adanya kekutan
atau kekuasaan yang berbeda antar kelompok ataupun karena adanya perbedaan
kewenangan dalam pengusaan suatu sumber daya sehingga pada akhirnya tercipta
suatu situasi yang mencerminkan rasa ketidakadilan.
Proses Terjadinya Konflik
Marx
(dalam Lisman Sumardjani), melihat proses dari konflik sosial dimulai dengan
terciptanya tiga kelas besar berdasar kepemilikan (Lahan, modal, tenaga kerja);
eksploitasi tenaga kerja (buruh); penggunaan kekuasaan Negara oleh pemodal
untuk mendukung eksploitasi ini; tumbuhnya homogenitas disetiap kelas, karena
pemodal berhasil menghilangkan mereka dan meraih kekayaan sedangkan pekerja
tenggelam dalam kemiskinan ekstrim; generalisasi dan pengorganisasian
perjuangan kelas; terserapnya kelompok pemilik lahan menjadi borjuis, tumbuhnya
kesadaran kelas dan perjuangan secara terbuka; dan runtuhnya masyarakat
kapitalis dan berhasilnya kelas pekerja.
Pemetaan
Konflik
Menurut fisher, pemetaan konflik meliputi
pemetaan pihak berkonflik dan berbagai aspirasi dari pihak-pihak yang ada.
Pemetaan merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menggambarkan konflik
secara grafis, menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan pihak
lainnya. Ketika masyarakat yang memiliki berbagai sudut pandang berbeda
memetakan situasi mereka secara bersama, mereka saling mempelajari pengalaman dan
pandangan masing-masing. (Fisher, 2001)
Cara Penyelesaian Konflik
Mengatasi
dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat tidaknya
suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesedian dan keterbukaan
pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot
atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (inrevensi) pihak
ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. a. Diatasi oleh pihak-pihak yang
bersengketa:
1. Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan
dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi
kepentingan bersama.
2. Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak
lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual
serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.
3. Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang
dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat
diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.
4. Pemecahan masalah terpadu: Usaha
menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.
Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5. Penarikan diri: Suatu penyelesaian
masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini
efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak
efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
6. Pemaksaan dan penekanan: Cara ini
memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah
satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat
perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi
lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah
dan menyerah secara terpaksa.
b. Intervensi (campur tangan) pihak
ketiga:
Apabila pihak yang
bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan
buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
1.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga
mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan
mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi
dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau
tindakan destruktif.
2.
Penengahan (mediation): Menggunakan
mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara
terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
3.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk
menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu
dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang
menjadi pokok sengketa.
Pengertian
Lahan
Pengertian
yang luas yang digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan daratan
bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup
mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer,
tanah, geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan
manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh tanda-tanda pengenal tersebut
memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan
masa mendatang.
Aktor
Pengguna Lahan
Menurut Nana Mulyana, dkk, (2001) pihak
yang terlibat dalam pengguna lahan
antara lain:
1.
Masyarakat local ( local Community),
adalah campuran dari masyarakat setempat (adat) dan masyarakat pendatang yang
tinggal didalam dan sekitar hutan. Masyarakat yang telah menetap dimulai sejak
nenek moyang terdahulu dan masyarakat pendatang adalah masyarakat yang telah
tinggal dan menetap dalam jangka waktu
yang lama.
2.
Masyarakat pendatang dan trasmigrasi,
adalah masyarakat yang berasal dari berbagai
daerah, yang di akibatkan oleh desakan faktor ekonomi, sosial, budaya dan politik daerah tempat
asalnya kurang memberikan jaminan terhadap keberlangsungan hidupnya. Sehingga
untuk memperbaiki tingkat hidupnya, mereka lebih tertarik untuk bermigrasi ke
empat lain yang menjanjikan.
3.
Lembaga pemerintah, adalah lembaga
pemerintah pusat di daerah yang mempunyai fungsi dan peran sebagai
fasilitator pengatur dan pengawas
terhadap kegiatan pengelolaan hutan yang pelaksaannya di jabarkandalam bentuk peraturan perundang-undang.
4.
Pihak swasta (HPH/HTI), adalah pihak
sawsta yang bergerak dibidang uasaha kehutanan khususnya kayu, ijin batas
kewenangan pengelolaannya diatur dalam kebijakan pemerintah melalui sistem
peraturan pemerintah dan perundang-undangan (UUPK,UU,PP,Perda).
5.
Lembaga non pemerintah (LSM), adalah
lembaga indenpenden ( baik nasional dan internasional) yang memiliki kepedulian
terhadap masalah pemberdayaan masyarakat dan
pelestarian hutan. Fungsi objektif dari lembaga ini adalah untuk
memaksimumkan pengawasan, evaluasi, suportif dan korektif agar interaksi ketiga
pelaku pengelola sumberdaya hutan berjalan dengan baik.
Pola
Pemilikan Lahan dan Persengketaan Kepemilikan Lahan
Seperti yang disampaikan oleh Suharjito
(1999) dalam Heru Pratama (2010), ada dua macam hak dalam mengelola sumberdaya
tanah dan hutan (yang mengacu pada kawasannya, bukan kepada hasilnya) di
indonesia, yaitu hak milik dan hak menguasai oleh negara yang mana hak milik
dipegang oleh perorangan atau individu, hanya badan usaha tertentu sebagai
kekecualian yang ditetapkan oleh pemerintah dapat memperoleh hak milik,
sedangkan hutan negara disebut semua hutan yang bukan hutan “milik”. Dengan
demikian maka pengertian “hutan Negara” itu mencakup pula hutan-hutan yang baik
berdasarkan peraturan perundangan maupun hukum adat dikuasai oleh masyarakat
hukum adat.
Konflik
Penggunaan Lahan
Bahwa konflik penggunaan lahan terjadi
akibat pertentangan dan pertikaian antara ke dua belah pihak terhadap
penggunaan hak atas lahan sehingga memunculkan tantangan beserta ancaman dan
kekerasan terhadap pihak lain yang juga merasa memiliki hak atas kepemilikan
lahan.sisi lain yang dapat mengakibatkan
konflik penggunaan lahan yaitu:
a.
Adanya
tumpang tindih dari beberapa peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hak
kepemilikan.
b.
Penataan
batas, dimana masih terdapatnya tumpang tindih dalam pemanfaatan lahan, hal ini
khususnya terjadi pada areal HPH/HTI, batas-batas antara kampung, batas areal
pertanian dan batas areal hutan adat.
c.
Ketidakpastian
akan kepemilikan/penguasaan atas lahan, dalam arti masyarakat hutan yang secara
umum kurang pendidikannya dan akses terhadap informasi merasa dihantui dengan
legalitas, baik dalam hal kepemilikan (ownership)
dan/atau penggunaan (user-right),
memerlukan bukti “sertifikat”
d.
Adanya
Penolakan Masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya.
Lahan hutan mempunyai nilai manfaat yang
besar, bagi masyarakat (khususnya masyarakat adat) lahan hutan sangat berfungsi
ekonomis dari lahan terkait dengan nilai-nilai sosial, budaya, kepercayaan dan
bahkan politik. Masyarakat luar (pengusaha dan masyarakat pendatang), lahan
hutan mempunyai nilai komersil yang tinggi. (Nana Mulyana, dkk, 2001).
Pengertian Camat
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencakup mengenai kedudukan kecamatan menjadi
perangkat daerah kabupaten/ kota, dan Camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi wewenang Bupati/ Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2) Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri
atas secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan kelurahan.
Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting
yaitu:
1. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan
dandipersepsikan merupakan wilayah
kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, kecamatan merupakan suatu wilayah kerja
atau areal tempat camat bekerja.
2. Camat adalah
perangkat daerah kabupaten dan daerah kota dan bukan lagi kepala wilayah
administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi penguasa tunggal
yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan,pembangunan dan
kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana sebagian wewenang yang
dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan Camat, membawa
dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh Camat. Namun
demikian ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada
kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut,
kewenangan Camat justru lebih bersifat
umum dan menyangkut berbagai aspek dalam pemerintahan dan pembangunan serta
kemasyarakatan.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan Jenis
Penelitian Deskriptif Kualitatif, dan peneliti melakukan penelitian dibeberapa tempat seperti di Kantor Kecamatan Long Bagun, Kampung Rukun Damai, PT. Borneo Bakti Sejahtera yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2014, Dalam penelitian ini penulis membedakan data menjadi dua macam yaitu data primer dan
sekunder dan menggunakan pemilihan dan pengambilan
sumber data dilakukan secara Purposive Sampling, Untuk mengumpulkan data-data
yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa macam
cara atau teknik pengumpulan data yaitu penelitian perpustakaan, penelitian lapangan, wawancara, dokumentasi, observasi dan dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan teknik
analisis data model interaktif.
Hasil
Penelitian dan Pembahasan
1. Upaya Camat dalam Menangani Konflik Pertanahan
a.
Konsultasi:
Dimana
Camat berupaya memperbaiki hubungan antar kedua pihak yang berkonflik serta
mengembangkan kemampuan pihak yang berkonflik dengan berkonsultasi dengan
masyarakat dan pihak PT. Borneo Bakti Sejahtera mengenai permasalahan yang
sedang terjadi dengan tujuan meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah
laku kedua pihak yang berkonflik terganggu dan tidak berfungsi sehingga
menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Berdasarkan penelitian penulis dalam
upaya Camat menyelesaikan konflik dalam melakukan konsultasi terhadap pihak
yang terlibat konflik upaya tersebut tidak membuahkan hasil
sehingga konflik pertanahan yang terjadi di Kampung Rukun Damai masih belanjut
b.
Arbitrase (arbitration)
Dalam upaya ini Camat mendengarkan
keluhan kedua pihak
yang bersengketa dan Camat juga mencari pemecahan permasalahan tersebut dengan
mengundang masyarakat yang memiliki lahan dan pihak perusahaan ke kantor
Kecamatan Long Bagun.
Berdasarkan hasil Observasi dan
hasil wawancara penulis dengan responden terkait dengan upaya yang dilakukan
Camat secara arbitrase tidak membuahkan hasil sehingga konflik belum dapat di
selesaikan.
c.
Pengahan ( Mediasi)
Cara
penyelesaian ini Camat menengahi sengketa yang terjadi, Camat dapat membantu
mengumpulkan fakta dengan mengundang pihak yang berkonflik, Camat menjalin
komunikasi antara kedua belah pihak yang terputus, mempertemukan kedua belah
pihak yang berkonflik secara langsung dan Camat memperjelas masalah serta
mengamankan pihak yang berkonflik agar tidak melakukan tindakan anarkis.
Berdasarkan informasi yang peneliti
peroleh dari responden terkait dengan upaya Camat dalam melakukan mediasi
kepada pihak yang bersengketa bahwa pada upaya mediasi ini konflik belum dapat
di selesaikan.
2.
Faktor Penghambat yang di Hadapi dalam Menyelesaikan
Konflik
Mengatasi dan
menyelesaikan suatu Konflik bukan suatu yang sederhana. Cepat tidaknya suatu
konflik dapat di atasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak
yang bersengketa untuk penyelesaian konflik dan tidak menutup kemungkinan
adanya hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak yang telah percayakan untuk
menyelesaikan konflik. Sejauh
proses yang telah dilakukan oleh Camat tampak sulit menemukan celah
penyelesaian konflik karena terlihat dimana masyarakat tidak menerima ganti
rugi yang di berikan selain itu masing-masing pihak menginginkan keputusan
bersifat menguntungkan salah satu pihak saja hal ini disebabkan adanya tuntutan
ekonomi
sehingga membuat Camat Long Bagun mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
konflik pertanahan tersebut.
1. Tuntutan
Ekonomi
Dalam disiplin ilmu
perubahan sosial kebutuhan individu dalam hal kehidupan sosial tuntutan untuk
hidup terlihat lebih maju dari warga yang ada disekitarnya adalah suatu
keinginan yang didorong dari dalam diri yaitu tuntutan untuk mengaktualisasi
diri misalnya ingin hidup lebih mewah dan mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya , demikian juga tuntutan ekonomi. Tuntutan ekonomi merupakan
suatu kebutuhan yang terutama bagi setiap manusia sehingga menjadikan setiap
orang dapat berbuat hal yang wajar maupun tidak wajar untuk memenuhi kebutuhan
hidup, mulai dari bekerja dengan pekerjaan yang jujur sampai kepada yang tidak
jujur.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
Konflik Pertanahan antara Masyarakat dengan Perusahaan Borneo Bakti Sejahtera
di Kampung Rukun Damai Kecamatan Long Bagun. Maka disimpulkan sebagai berikut :
1.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui upaya Camat dalam
menyelesaikan konflik pertanahan yang
terjadi di Kampung Rukun Damai Camat
yaitu:
a. Konsultasi
Dimana Camat berupaya memperbaiki
hubungan antar kedua pihak yang berkonflik serta mengembangkan kemampuan pihak
yang berkonflik dengan berkonsultasi dengan masyarakat dan pihak PT. Borneo
Bakti Sejahtera mengenai permasalahan
yang sedang terjadi dengan tujuan meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa
tingkah laku kedua pihak yang berkonflik terganggu dan tidak berfungsi sehingga
menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa. Namun upaya
tersebut tidak membuahkan hasil sehingga konflik pertanahan yang terjadi di
Kampung Rukun Damai masih belanjut.
b.
Arbitrase (arbitration)
Dalam upaya ini Camat
mendengarkan keluhan kedua pihak yang bersengketa dan Camat juga mencari pemecahan
permasalahan tersebut dengan mengundang masyarakat yang memiliki lahan dan
pihak perusahaan ke kantor Kecamatan Long Bagun. Pada upaya ini Camat juga
belum menemukan pihak yang bersalah karena kedua belah pihak yang berkonflik
masing-masing menginginkan keputusan yang bersifat yang menguntungkan salah
satu pihak saja.
c.
Penengahan (mediation)
Cara penyelesaian ini Camat
menengahi sengketa yang terjadi, Camat dapat membantu mengumpulkan fakta dengan
mengundang pihak yang berkonflik, Camat menjalin komunikasi antara kedua belah
pihak yang terputus, mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik secara
langsung dan Camat memperjelas masalah serta mengamankan pihak yang berkonflik
agar tidak melakukan tindakan anarkis. Camat perupaya mendamaikan kedua belah
pihak yang berkonflik. Namun pada langkah mediasi ini konflik pertanahan belum
dapat diselesaikan. karena masyarakat Kampung Rukun Damai berkonflik dengan
Kepala Kampung hal ini yang menjadi hambatan- hambatan bagi Camat dalam
menyelesaikan konflik yang sedang terjadi di Kampung Rukun Damai .
2.
Pihak yang terlibat konflik adalah masyarakat Kampung Rukun Damai dengan PT. Borneo Bakti Sejahter ( PT. BBS ) dalam konflik ini pemerintah
Kecamatan telah berupaya menyelesaikan konflik tersebut untuk menyelesaikan
konflik ini Camat Long Bagun telah melakukan beberapa upaya berupa konsutasi,
arbitrase dan mediasi namun dari beberapa upaya yang telah di lakukan tidak
dapat menyelesaikan konflik karena terdapat hambatan-hambatan dalam proses
penyelesaian konflik tersebut
3.
Dari beberapa upaya yang telah dillakukan Camat belum membuahkan hasil sampai
saat ini, konflik masih berlangsung dan masih dalam proses penyelesaian
dikarenakan adanya beberapa hambatan yang dihadapi Camat dalam menyelesaikan konflik pertanahan berdasarkan penelitian diketahui adanya kebutuhan individu
dalam hal kehidupan sosial tuntutan untuk hidup terlihat maju, demikian juga tuntutan ekonomi. Tuntutan
ekonomi merupakan suatu kebutuhan yang terutama bagi setiap manusia sehingga
menjadikan setiap orang dapat berbuat hal yang wajar maupun tidak wajar untuk
memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari bekerja dengan pekerjaan yang jujur sampai
kepada yang tidak jujur. Hal
ini merupakan penghambat bagi Camat dalam menangani masalah konflik pertanahan
yang terjadi sehingga sampai saat ini konflik masih dalam proses penyelesaian.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu
Ahmadi. 1982. Pengantar Sosiologi.
Sukarta: Ramadani
Arikunto
Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakartaka
: Renika Cipta
Chandr,
R. 1999. Konflik Dalam Hidup Seharri-hari,
Yogyakrta : Kanisius
Heru
Pratama, 2010. Perencanaan Pembagunan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Di Kabupaten Kutai Timur (Studi Kasus
Konflik Lahan Di Desa). Skripsi S1
Pemerintahan Integratif Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman.
Hidayat,
H., dkk. 2006 Potensi Konflik Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
Pengelolaan Taman Nasional : Era
Otonomi Daerah. Jakarta : LIPI
Maswadi
Rauf. 2002. Konsesus Politik Sebuah
Penjajahan Teoritis. Jakarta : Drijen Dikti Depdikbud
Miles,
Matthew, B. Dan A. Michel, Huberman. 2007 Analisis
Data Kualitatif. Cetakan 1. Jakarta : UI -Press
Lisman
Sumardjani, Konflik Sosial Kehutanan.
Mencari penmahaman untuk penyelesaian Konflik terbaik, Desember 2006
Moleong,
Lexy, J 2008. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulayana,
N,. Dkk, 2001. Identifikasi Potensi Konflik Pembangunan Lahan di Kawasan Hutan
Lestari, Kalimantan Timur . Bogor : PT. Mitra Lingkungan Dutaconsul
Nawari,
Hadari. 2005. Metodologi Penelitian
Sosial. Yogyakarta : Gajahmada Universitas Press
Nurhadiantomo.
2004. Hukum Reintegrasi Sosial
Konflik-konflik Sosial Pri-Nonpri & Hukum Keadilan Sosial. Surakarta:
Muhammadiyah University Press
Pickering,
Peg .2001 How to Manage Conflit = Kiat
Menangani Konflik. Jakarta Erlanga
Soerdjono
Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta : Grafindo
Persada
Dokumen- dokumen
Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Indonesia, Jakarta
Penjelasan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan
Penerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2003 Tentang ijin Usaha Pertambangan Umum Daerah
Sumber Internet
http://infosawitrian,blongspot.com/p/ketentua-pengelolaan-perkebunan-kelapa.html(
diaskes pada tanggal 23 maret 2014)
http://rajaprestasi.com/2009/manajemen
-konflik-cara-mengelola-konflik-secara-efektif (diaskes pada tanggal 23 maret
2014)
htt://jepits.worpress.com/2007/12/19/manajemen-konflik-definisi-dan-teori-teori-konflik
(diaskes pada tanggal 28April 2014)
http://soil.faperta.ugm.ac.id./tj/1991/1991%20kema.pdf
(diaskes pada tanggal 25 mei 2014)
http://elcom.umy.ac.id/alschol/mualimin_muhammadyah/file.php/1/materi/geografi/LAHAN%20POTENSIAL%20DAN%20LAHAN%20KRITIS.pdf,
(diaskes pada tanggal 25 mei 2014)
[1] Mahasiswa Program S1 Pemerintahan Integratif, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
0 Komentar untuk "UPAYA CAMAT DALAM MENANGANI KONFLIK PERTANAHAN (Studi Kasus Masyarakat Dengan PT. Borneo Bakti Sejahtera di Kampung Rukun Damai Kecamatan Long Bagun Kabupaten Mahakam Ulu)"